Si Tukang Komentar


“"Seringkali kita terlalu sibuk berkomentar, tanpa mengerti ada apa yang terjadi sepenuhnya, di balik hal yang sedang atau sudah terjadi. Terkadang kita tergoda berkomentar hanya agar berkesan pintar, supaya kita ‘tampil’ dalam sebuah topik pembicaraan"”

Melihat sesuatu, lalu komentar. Mendengar sesuatu, lalu berkomentar. Membaca sesuatu, lalu berkomentar. Kita adalah “Si Tukang Komentar”. Pernahkah kita memikirkan betapa banyaknya kita berkomentar?

Seringkali kita terlalu sibuk berkomentar, tanpa mengerti ada apa yang terjadi sepenuhnya, di balik hal yang sedang atau sudah terjadi. Terkadang kita tergoda berkomentar hanya agar berkesan pintar, supaya kita ‘tampil’ dalam sebuah topik pembicaraan. Seringkali komentar dibuat sekedar membuat seru sebuah situasi, agar mendapatkan perhatian pihak lainnya maupun pihak yang dikomentari. Sering juga sebuah komentar terkesan pintar dari segi teori namun tidak ada kaitannya dengan topik, akhirnya komentar berputar-putar disekitar teori dan melebar tanpa jelas apa kaitannya. Ada juga komentar yang mempermasalahkan suatu hal, yang justru sudah dibahas sebagai substansi topik yang disajikan. Akhirnya komentar yang begitu semangatnya disampaikan (tidak jarang disertai sebuah teori) akhirnya menjadi tidak efektif karena hal yang disampaikan sudah dibahas dalam topik yang disampaikan. Kita juga sering membuat komentar agar bisa menarik perhatian orang lain. Akui saja, komentar-komentar yang terkesan seru, jadi sering ditanggapi orang lain. Dengan demikian komentar kita yang sifatnya membuat seru atau panas suasana menjadi sorotan, begitupun kita. Dan kita menikmati sorotan tersebut. Tidak jarang, kita sibuk berkomentar negatif terhadap pencapaian orang lain, tanpa menyadari bahwa diri kitapun tidak atau bahkan belum bisa mencapai apa yang sudah dicapai orang tersebut. Komentar kita, terkadang dapat merupakan cermin kecemburuan atas inkompetensi dalam diri
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...